Senin, 22 Desember 2025

Jumat Agung, Sejarah Hingga Penyegelan Gereja

Photo Author
- Sabtu, 30 Maret 2024 | 13:43 WIB
Ilustrasi/VOI
Ilustrasi/VOI

Tanggal 29 Maret 2024 hari ini, bertepatan dengan Hari Jumat Agung. Jumat Agung merupakan hari Jumat sebelum Paskah yang merupakan hari suci umat Kristiani untuk mengenang wafatnya Isa Almasih atau Yesus Kristus.

Dilansir dari National Today, peristiwa penyaliban dan kematian Yesus Kristus, Sang Juru Selamat Manusia terjadi pada abad ke-1 Masehi yakni tahun 33 M.

Dalam laman Catholic, sejarah Jumat Agung didahului dengan cerita pengkhianatan Yudas Iskariot pada malam perjamuan terakhir, yang diperingati sebagai Kamis putih.

Yesus ditangkap usai berdoa di Taman Getsemani oleh prajurit suruhan orang Yahudi yang datang bersama Yudas yang sudah berkhianat. Setelah ditangkap, Yesus diadili dan dijatuhi hukuman mati dengan cara disalib.

 

Hari Libur Nasional


Hukuman ini dijatuhkan atas perintah dari Pontius Pilatus, seorang gubernur Kerajaan Romawi. Penyaliban ini didasari oleh laporan para pemuka agama Yahudi saat itu yang mengatakan bahwa Yesus mengaku sebagai Raja orang Yahudi.

 

Yesus disiksa dengan cara dicambuk dan diberikan mahkota duri. Setelah itu, tangan dan kaki-Nya dipaku di kayu salib. Meski begitu, Yesus tetap sabar dan berdoa agar Allah mengampuni semua perbuatan mereka.

Dilansir dari laman Christianity, Jumat Agung adalah hari berkabung dan refleksi bagi umat Kristiani.

Perayaan Jumat Agung menjadi pengingat terhadap pengorbanan besar yang telah Yesus lakukan. Jumat Agung juga menjadi simbol dari harapan dan awal yang baru. Ini adalah pengingat bahwa bahkan di saat-saat tergelap sekalipun, selalu ada harapan.

Kematian Yesus di kayu salib bukanlah akhir melainkan awal dari sesuatu yang baru. Melalui kebangkitannya, Yesus mengalahkan kematian dan membuka jalan menuju kehidupan kekal bagi semua orang yang percaya kepada-Nya.

Jumat Agung pertama kali ditetapkan sebagai hari libur nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 1953. Keputusan presiden ini juga sekaligus menetapkan 14 hari libur nasional lainnya pada 1953, termasuk paskah.

Sampai saat ini paskah masih menjadi hari besar umat Kristiani. Juga paskah selalu dirayakan dengan upacara yang berbeda-beda.

Namun sayang, tidak semua umat kristiani bisa merayakan paskah dengan ketentraman. Di sejumlah wilayah umat kristiani mendapat tantangan dalam merayakan hari Jumat Agung. Lantaran dilarang beribadah yang diakibatkan oleh penyegelan rumah ibadah.

Penyegelan Gereja Menjelang Paskah


Salah satu contohnya terjadi di Purwakarta. Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika, memutuskan menyegel bangunan gereja di Desa Cigelam itu karena tidak berizin dan untuk menghindari konflik di antara masyarakat.

Pada 19 Maret 2023, kira-kira empat orang berpakaian putih mendatangi jemaat GKPS yang sedang beribadah Minggu.





Seorang di antara mereka disebut memotret serta merekam kegiatan ibadah.





"Terus salah satu dari orang itu bilang, 'stop ibadah, stop ibadah'".





"Terjadilah perdebatan alot dengan mereka. Sehingga kami berargumentasi dengan mereka. Kami katakan, 'melarang ibadah ada konsekuensi hukumnya'. Mereka lalu mundur dari tanah kami," tutur Ketua Majelis Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) di Purwakarta, Krisdian Saragih,.





Usai keributan itu, pihak gereja melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian setempat dan babinsa.





Kemudian pertemuan antara perwakilan gereja, polisi, babinsa dan perwakilan RW digelar. Di sana, lagi-lagi pihak gereja meminta agar pelaku yang menghentikan ibadah diproses hukum lantaran sudah melanggar hak asasi dalam beribadah. Tetapi permintaan itu tidak digubris.





Yang terjadi justru jemaat diminta mengurus izin pendirian gereja.





Soal proses administrasi pendirian rumah ibadah, sambung Krisdian, sebetulnya sudah mulai dilakukan pada tahun lalu. Tapi untuk mendapatkan dukungan warga berupa tandatangan sedikitnya 60 orang bukan perkara gampang.





"Kami harus membangun kedekatan dulu, kalau sudah dekat ada celah bisa mengurus izin, tapi tetap bisa ibadah selama itu."


Sampai pada 1 April, Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika benar-benar menyegel gereja itu dengan alasan belum terpenuhinya bukti persetujuan bangunan gedung dan sertifikat layak fungsi.




Bupati Anne juga mengeklaim penutupan tempat itu sudah hasil kesepakatan Rapat Koordinasi Pemkab Purwakarta, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Majelis Ulama Indonesia, Kantor Kementerian Agama, Forum Kerukunan Umat Beragama, Badan Kerjasama Gereja-gereja Purwakarta, dan perwakilan jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS).








Penyegelan Gereja




 

Akan tetapi klaim tersebut dibantah Krisdian Saragih. Ia bercerita penyegelan itu dilakukan tanpa ada pemberitahuan resmi kepada pemilik tanah dan bangunan serta tak dihadiri perwakilan gereja.





Itu mengapa GKPS, sambungnya, menolak keputusan tersebut dan berencana melayangkan somasi ke bupati.

Halaman:

Editor: fara dama

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X