Home » Meski Berbeda Pendapat, MK Putuskan Pemilu 2024 Gunakan Sistem Proporsional Terbuka

Meski Berbeda Pendapat, MK Putuskan Pemilu 2024 Gunakan Sistem Proporsional Terbuka

by Lala Lala
3 minutes read
Hakim MK

ESENSI.TV - JAKARTA

Secara sah, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sistem pemilihan umum (pemilu) yang diajukan oleh para pemohon. Artinya, pemilu 2024 akan dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Sebagaimana diketahui, gugatan dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 itu didaftarkan oleh 6 orang sebagai pemohon pada 14 November 2022.

Pemohon berharap MK mengembalikan ke sistem proporsional tertutup. Mereka adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo); Yuwono Pintadi; Fahrurrozi (bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok).

Pendapat Berbeda atau Dissenting Opinion

Hakim MK Arief Hidayat juga mengajukan dissenting opinion atau “Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.”

Ia mengatakan, politik uang bisa saja terjadi dalam semua sistem pemilu, baik sistem proporsional terbuka maupun sistem proporsional tertutup.

“Pilihan terhadap sistem pemilihan apapun, sama-sama berpotensi terjadinya praktik politik uang,” ujar Saldi Isra, Hakim MK lainnya.

3 Perintah MK untuk Perangi Politik Uang

Lebih lanjut, MK memerintahkan 3 langkah dalam memerangi politik uang.

Pertama, parpol dan anggota DPRD memperbaiki serta berkomitmen tidak menggunakan politik uang.

Kedua, penegakan hukum harus dilaksanakan bagi pelaku politik uang.

“Tanpa membeda-bedakan latar belakangnya,” kata Saldi Isra.
Ketiga, masyarakat perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik untuk tidak menerima politik uang.

Hal itu tidak hanya kesadaran dan tanggung jawab pemerintah tapi juga kolektif parpol, civil society, dan masyarakat.

MK secara tegas menyatakan politik uang tidak dibenarkan sama sekali

“Politik uang lebih karena sifatnya yang struktural, bukan karena sistem pemilu yang digunakan. Tidak bisa dijadikan dasar karena sistem pemilihan tertentu,” tambah Saldi Isra lagi.

Upaya mencegah pragmatisme caleg/parpol, kata MK, bisa dilakukan melalui mekanisme yang jelas. Misalnya, menggunakan pemilihan pendahuluan atau mekanisme lain, untuk menentukan nomor urut calon.

“Berlakunya syarat dimaksud tidak hanya didasarkan kepada kesadaran politik, namun apabila suatu waktu ke depan pembentuk UU mengagendakan revisi atas UU 7/2017, persyaratan tersebut dimasukan dalam salah satu materi perubahan,” tegas Saldi Isra.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup

Hakim MK Suhartoyo membacakan kelebihan sistem pemilu proporsional terbuka.

Dia menyebutkan proporsional terbuka mendorong persaingan yang sehat di antara calon legislatif (caleg) dan masyarakat memiliki kebebasan dalam memilih calon pemimpinnya.

“Kandidat calon anggota legislatif harus berusaha memperoleh suara sebanyak mungkin agar dapat memperoleh kursi di lembaga perwakilan. Hal ini mendorong persaingan yang sehat antara kandidat dan meningkatkan kualitas kampanye serta program kerja mereka,” kata dia.

Selain itu, lanjutnya, sistem proporsional terbuka memungkinkan pemilik menentukan calon secara langsung.

Pemilih memiliki kebebasan memilih dari partai politik tertentu tanpa terikat nomor urut yang telah ditetapkan oleh partai tersebut.

“Hal ini memberikan fleksibilitas pemilih untuk memilih calon yang mereka anggap paling kompeten atau sesuai dengan preferensi mereka,” lanjutnya.
Ia menambahkan, sistem proporsional terbuka juga dinilai lebih bersifat demokratis.

Baca Juga  Konsisten Dukung Kepemimpinan Airlangga, Aburizal Bakrie Apresiasi Seluruh DPD Golkar

“Proporsional terbuka juga dinilai lebih demokratis karena dalam sistem ini representasi politik didasarkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai politik atau calon sehingga memberikan kesempatan yang lebih adil bagi partai atau calon yang mendapatkan dukungan publik yang signifikan,” jelas dia.

Sementara itu, kekurangan sistem pemilu proporsional terbuka di antaranya berpotensi memunculkan politik uang serta menimbulkan jarak antara caleg dan partai politik.

Menurut dia, kekurangan sistem proposional terbuka antara lain memberikan peluang terjadinya politik uang.

Keberadaan modal politik yang besar ini dapat menjadi hambatan bagi kandidat dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah untuk berpartisipasi.

“Kelemahan berikutnya adalah sistem ini selain dapat mereduksi peran partai politik juga terbuka kemungkinan adanya jarak antara anggota calon legislatif dengan partai politik yang mengajukannya sebagai calon,” ujarnya.

Selain itu, proporsional terbuka juga berpotensi meminimalkan peran partai politik dalam memberikan pendidikan politik.

“Pendidikan politik oleh partai politik menjadi tidak optimal, karena partai politik cenderung memiliki peran yang lebih rendah dalam memberikan pendidikan politik kepada pemilih. Akibatnya partai politik menjadi kurang fokus dalam memberikan informasi dan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu politik,” ujarnya.

Sedangkan sistem proporsional tertutup juga memiliki sejumlah kelebihan. Di antaranya partai politik dapat mendorong kader terbaik untuk menjadi anggota legislatif.

Partai politik, katanya, dapat dengan mudah mengawasi dan mengontrol kegiatan lembaga perwakilan. Juga memungkinkan partai politik untuk mendorong kader terbaik untuk menjadi anggota legislatif dalam sistem proporsional dengan daftar tertutup

“Partai politik memiliki kewenangan lebih besar dalam menentukan siapa yang menjadi calon anggota legislatif. Dengan adanya mekanisme seleksi yang ketat, maka dapat meningkatkan kualitas dan kompetensi para wakil rakyat terpilih,” ujarnya.

Termasuk dalam pemberian pendidikan politik secara optimal, dapat diwujudkan lewat sistem proporsional tertutup.

Juga dapat meminimalkan munculnya kampanye negatif dan politik uang lantaran seleksi dilakukan di internal yang ketat.

“Sistem ini berpotensi meminimalkan praktik politik uang dan kampanye hitam dengan mekanisme seleksi internal yang ketat, partai politik dapat memastikan bahwa calon yang diusung tidak terlalu tergantung pada dukungan finansial eksternal dan terlibat dalam kampanye negatif yang merugikan demokrasi,” ujarnya.

Hakim Suhartoyo lalu menyebutkan kekurangan sistem proporsional tertutup, yaitu masyarakat tak bisa secara langsung memilih calon anggota legislatif.

Ia mengatakan nepotisme internal partai juga berpotensi muncul dalam penerapan proporsional tertutup. Seperti proses rekrutmen di internal partai yang tak transparan juga berpotensi memunculkan praktik politik yang tak sehat.

“Sistem ini berpotensi terjadinya nepotisme politik pada internal partai politik di mana partai politik lebih cenderung memilih atau mendukung calon dari keluarga atau lingkaran paling dekat partai politik tanpa mempertimbangkan kualitas dan kompetensi calon secara obyektif,” papar dia.

 

Editor: Raja H. Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life