Home » Harga Pangan Diprediksi Naik Tahun 2023, Ini 3 Faktor Pemicunya!

Harga Pangan Diprediksi Naik Tahun 2023, Ini 3 Faktor Pemicunya!

by Erna Sari Ulina Girsang
2 minutes read
makanan

ESENSI.TV - JAKARTA

Tren kenaikan harga pangan yang telah terjadi selama tahun 2022, diperkirakan akan berlanjut di tahun 2023, menyusul terjadinya peningkatan permintaan global pasca-pandemi Covid-19.

CORE Indonesia dalam laporan CORE Sectoral Economic Outlook 2023: Harnessing Resilience against Global Downturn menjelaskan tahun ini, kenaikan harga pangan di pasar internasional, terutama didorong oleh eskalasi perang Rusia-Ukraina, dua negara produsen utama sereal di pasar global, selama semester pertama.

Namun, pada semester kedua, harga pangan sedikit menurun, meskipun masih di atas level pra-pandemi. Kesepakatan Rusia dan Ukraina, yang difasilitasi
oleh PBB dan Turki, untuk membuka kembali jalur perdagangan di Laut Hitam, mendorong penurunan harga komoditas pangan di pasar berjangka.

Peringatan mengenai ancaman krisis pangan oleh FAO tahun 2020 yang kemudian diulangi lagi pada tahun 2021, telah mendorong pemerintah untuk menggencarkan berbagai program pertanian, termasuk food estate.

Peringatan tersebut juga mendorong negara-negara produsen mengurangi ekspor dalam rangka meningkatkan stok mereka,sehingga ikut mendorong kenaikan harga di pasar global.

Namun, pada paruh kedua tahun ini, harga pangan sedikit menurun meskipun masih di atas level pra-pandemi. Kesepakatan Rusia dan Ukraina, yang difasilitasi
oleh PBB dan Turki, untuk membuka kembali jalur perdagangan di Laut Hitam, mendorong penurunan harga komoditas pangan di pasar berjangka.

Mengacu kepada tren yang terlihat dari tahun ini, serta sejumlah faktor di tahun depan.CORE mempredikai bahwa pada tahun 2023 terdapat tiga faktor utama yang
berpotensi mempengaruhi harga pangan global dan domestik.

Pertama, pertumbuhan ekonomi global, yang mengarah kepada resesi berpeluang menurunkan daya beli masyarakat khususnya masyarakat menengah bawah. Kemudian, pengetatan moneter AS telah berdampak pada penguatan nilai dolar AS terhadap mata uang negara lain.

Baca Juga  Tanggap Darurat Banjir dan Longsor di Kerinci Hingga 7 Januari

Dengan demikian, harga impor pangan khususnya negara-negara berkembang menjadi semakin mahal. Tekanan inflasi di berbagai negara akibat masih tingginya harga energi dan komoditas, meskipun telah turun dari puncaknya, menyebabkan daya beli masyarakat tertekan.

Kedua, Periode La Niña, yang akan meningkatkan curah hujan di beberapa wilayah produsen pangan seperti Australia dan Asia Tenggara, dan sebagian Amerika Utara, akan berlangsung hingga awal tahun depan.

La Niña terjadi ketika angin di selatan Ekuator mengalir ke arah barat, yang menyebabkan air laut di sekitar perairan selatan Ekuator menjadi lebih dingin daripada biasanya. Hal ini dapat menyebabkan perubahan cuaca di berbagai wilayah di seluruh dunia, termasuk perubahan iklim, curah hujan, dan kekeringan.

Sehingga, potensi peningkatan produksi dapat terjadi di wilayah-wilayah tersebut, meskipun pada saat yang sama intensitas curah hujan yang tinggi berpotensi mengakibatkan banjir sehingga menghambat panen dan transportasi.

Ketiga, penurunan harga komoditas energi akan menurunkan biaya produksi pangan. Sepanjang tahun 2022 harga energi dan pupuk yang menjadi komponen biaya produksi dan transportasi pangan mengalami kenaikan tajam, sehingga berdampak pada naiknya harga pangan.

Kenaikan harga tersebut berimbas pada meningkatnya harga pupuk, khususnya urea dan amonium nitrat, yang bahan bakunya dari gas alam. Karena itu, jika tren penurunan harga energi dapat berlangsung hingga tahun depan maka biaya input dari produksi pangan akan ikut terpangkas sehingga harganya akan lebih rendah dibandingkan daripada tahun ini.*

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life