Home » Hari Pertama ASN WFH, Polusi Tetap Tidak Berubah

Hari Pertama ASN WFH, Polusi Tetap Tidak Berubah

by Lyta Permatasari
4 minutes read
Polusi

ESENSI.TV - JAKARTA

Hari Pertama ASN WFH

Pemprov DKI Jakarta mulai memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah bagi pegawainya demi mengurangi polusi udara di ibu kota, namun pakar dan pegiat mengeklaim upaya ini hanya untuk “mengurai macet” menjelang KTT ASEAN.

Hingga 50% pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) DKI Jakarta sudah mulai bereksperimen dengan bekerja dari rumah (WFH) atau bekerja dari rumah per Senin (21/8) sebagai bagian dari kebijakan memerangi kondisi udara yang semakin memburuk. polusi di ibu kota

Namun, para ahli teknik lingkungan percaya bahwa FMH tidak serta merta mengurangi tingkat polusi. Memang sumber polusi udara di ibu kota “bukan hanya lalu lintas” tapi juga “pembangkit listrik, emisi industri, pembakaran sampah”.

Aktivis WALHI Jakarta Muhammad Aminullah mengatakan WFH “dapat” dijadikan solusi untuk memerangi polusi di Jakarta, “namun tentu saja tidak cukup”.

“Kami melihat ini sebagai upaya mengatasi kemacetan lalu lintas untuk KTT ASEAN, bukan upaya mengurangi polusi,” kata Muhammad Aminullah kepada BBC News Indonesia, Senin (21/8). Sementara itu, Pj Gubernur (Pj) DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjelaskan pelaksanaan WFH bagi ASN DKI Jakarta akan dievaluasi secara berkala dan dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri.

Jika kebijakan ini tidak efektif atau jika ada ASN yang nakal, kebijakan tersebut akan dikembalikan ke keadaan semula.

Uji coba ASN WFH Jakarta dilakukan selama dua bulan, mulai 21 Agustus hingga 21 Oktober.

Kebijakan ini diterapkan dengan tingkat kehadiran maksimal 50% bagi ASN yang menjalankan fungsi kepegawaian atau pendukung.

WFH tidak berlaku untuk pelayanan yang langsung melayani masyarakat, seperti Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Puskesmas, Satpol PP, Dinas Pemadam Kebakaran, Dinas Perhubungan, di tingkat desa. Pemprov DKI menjamin pelayanan kepada masyarakat tetap berfungsi “optimal” dan WFH tidak berdampak pada pelayanan publik.

Pada KTT ASEAN pada 5-7 September 2023, program WFH ASN DKI Jakarta ditingkatkan maksimal 75%. Hanya 25% karyawan yang bekerja dari kantor.

WFH tidak cukup memperbaiki kualitas udara

 Menurut Muhammad Aminullah, kebijakan bekerja dari rumah saja tidak cukup mengurangi polusi di Ibu Kota karena sumber polusi “bukan hanya kendaraan”.

Belajar dari PSBB, mobilisasi tanpa polusi selalu menjadi hal yang buruk. Apalagi dengan program WFH saat ini, 50% ASN, ujarnya.

Lanjutnya, meski tujuan Pemprov DKI melindungi warga dari pencemaran, namun kebijakan tersebut juga dinilai kurang tepat.

Perlindungan warga, kata Aminullah, harus dilakukan dengan “mengutamakan kelompok rentan, bukan hanya memilih kelompok masyarakat”. Berdasarkan data indeks kualitas udara yang dirilis IQAir, hingga Senin (21/8), kualitas udara Jakarta dinyatakan “tidak sehat” dengan indeks berkisar antara 155 hingga 163 antara pukul 06.00 hingga 12.00.

Indeks kualitas udara tampaknya tidak jauh berbeda dengan Juli lalu, yang mayoritas menilai kualitas udara Jakarta “tidak sehat”.

Berapa lama polutan bertahan di udara?

Pakar teknik lingkungan Ivan S Jayawan mengatakan WFH belum tentu bisa mengurangi polusi udara di Jakarta, meski WFH diterapkan.

Karena menurut Pak Ivan, sumber pencemaran udara di ibu kota “tidak hanya berasal dari lalu lintas”, tetapi juga dari sumber lain seperti “pembangkit listrik, emisi dari industri, pembakaran sampah”.

Baca Juga  Peran Media Sosial di Masa Pemilu 2024

Ivan kemudian menjelaskan bahwa polutan di udara tidak akan hilang begitu saja.

“Hanya dua jenis yang bisa menghilangkan PM 2.5 secara alami, tersebar di udara,” kata Ivan kepada BBC News Indonesia, Senin (21/8).

“Jadi diterbangkan, semakin lama disebarkan, semakin rendah konsentrasinya dengan udara ambien atau hujan dua arah,” tambahnya. Jika tidak ada angin atau hujan, polutan akan “bergulung-gulung di sana-sini,” lanjut Ivan.

Arah angin juga menentukan tingkat polusi udara di Jakarta.

Sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berada di Jakarta Barat dan kawasan industri berada di Barat dan Timur ibukota.

“Kalau angin bertiup dari barat ke timur, polusi akan meningkat karena angin membawa emisi dari PLTU ke barat,” jelas Ivan.

“Sementara jika angin bertiup dari arah timur atau tenggara, umumnya tingkat pencemarannya lebih rendah,” tambah Ivan yang juga berprofesi sebagai dosen luar biasa Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Krida Wacana ini. Ivan menambahkan, penurunan tingkat polusi dengan bantuan angin tenggara tidak akan terlalu banyak menurunkan tingkat polusi karena kemungkinan polusi dari Bandung juga akan terlepas ke arah Jakarta.

Sedangkan partikel PM 2.5 berukuran sangat kecil. Partikel tersuspensi di udara dan dapat menempuh jarak ratusan, bahkan ribuan kilometer.

“Makanya, jika terjadi kebakaran hutan di Riau, Kalimantan atau Kanada, asapnya bisa mencapai pantai timur Amerika Serikat bahkan sampai ke Eropa,” jelasnya.

Karena itu, menurut Ivan, penting untuk mengatasi pencemaran udara langsung dari sumbernya. Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Reliantoro, mengatakan sektor transportasi menjadi sumber pencemar udara utama di Indonesia yang mencapai 44%, disusul industri 31%, manufaktur 10%, perumahan 14%, serta komersial 1%.

Apa yang dilakukan Pemprov DKI?

Plt Gubernur (Pj) DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, kebijakan itu diperkirakan berlangsung selama dua bulan, mulai 21 Agustus hingga 21 Oktober 2023.

Ia mencontohkan, pelaksanaan WFH bagi ASN DKI Jakarta akan dievaluasi secara berkala dan dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri.

Jika kebijakan ini tidak efektif atau jika ada ASN yang nakal, kebijakan tersebut akan dikembalikan ke keadaan semula. Heru mengakui tujuan dari kebijakan ini adalah untuk membenahi masalah polusi udara dan kemacetan lalu lintas di ibu kota.

“Apa tujuannya (WFH)? Agar dia (ASN) tidak bolak-balik dan tidak bisa kemana-mana,” kata Heru seperti dikutip kompas.com.

Selain menerapkan program WFH bagi pegawainya, Pemprov DKI Jakarta juga melakukan sejumlah langkah lain yang bertujuan untuk mengurangi polusi udara.

Razia uji emisi juga akan dilakukan sebagai langkah nyata bagi warga Jakarta yang memiliki kendaraan bermotor untuk melakukan uji emisi secara besar-besaran. Heru Budi Hartono mengatakan, pihaknya akan mewajibkan PNS golongan IV ke atas untuk menggunakan kendaraan listrik. Pada saat yang sama, pegawai Pemprov dan masyarakat diimbau untuk beralih ke kendaraan listrik.

Sedangkan untuk angkutan umum, Pemprov DKI juga mengumumkan akan menambah 100 unit bus listrik ke TransJakarta pada 2023.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga akan ditambah hingga 800 titik untuk mengurangi polusi.

 

 

Editor : Farahdama A.P/Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life