Home » Mau Kritik Pemerintah? Baca dulu Artikel ini!

Mau Kritik Pemerintah? Baca dulu Artikel ini!

by Lala Lala
3 minutes read
Kebebasan Berpendapat

ESENSI.TV - JAKARTA

Beberapa waktu belakangan, dunia ‘persilatan’ sedang dihebohkan dengan tindakan reaktif pemerintah dalam menghadapi kritik yang memviral di dunia maya.

Kenapa disebut reaktif? Karena cara menanggapi kritik itu malah bikin geleng-geleng kepala. Terlepas dari substansi masalah yang dikritik, reaksi menanggapi kritik itu bikin makin heboh dan viral.

Tahu sendiri kan, publik jagad maya secara umum adalah individu-individu pembaca judul dan jari-jari yang speed scrolling.

Tanpa membaca detil apalagi mencari pendalaman, dengan hanya membaca judul saja sudah merasa ikut trend dan isu viral.

Pemerintah Daerah VS Siswi SMP di Jambi

Terbaru, seorang siswi SMP di Kota Jambi terpaksa berurusan dengan “pelajaran” yang berbeda dari kesehariannya.

Kritik anak ABG ini, yang belakangan memang agak kebablasan mencaci, membikin sewot Pemkot Jambi.

Apakah publik benar-benar paham dan memperhatikan apa substansi masalah yang dikritik? Mungkin sebagian besar tidak.

Tapi, sebagian besar publik memberi perhatian justru pada reaksi Pemkot Jambi yang melaporkan anak bau kencur ini ke penegak hukum. Bagaikan membaca dongeng gajah melawan kancil, publik pun terkekeh.

Riset Kawula17 Bicara Apa Sih?

Berdasarkan penelitian yang diangkat oleh Kawula17 di kuartal pertama tahun 2023, tentang isu hak asasi manusia dalam hal berpendapat, terdapat temuan yang menarik.

Secara umum, persepsi masyarakat meningkat terkait hak berpendapat dan mengkritik presiden. Di kuartal sebelumnya, kuartal 4 tahun 2022, terdapat 48% responden yang sepakat bahwa harus ada hukuman bagi yang menghina presiden meskipun mengurangi kebebasan berpendapat masyarakat.

Angka ini turun signifikan di kuartal pertama 2023 menjadi 30% yang setuju. Pergeseran persentase pendapat mengarah kepada yang setuju bahwa kebebasan berpendapat adalah hak setiap orang, termasuk mengkritik dan menghina presiden, dari angka 21% di kuartal 4 tahun 2022 meningkat signifikan menjadi 32% di kuartal pertama tahun 2023.

Temuan menarik lainnya dari penelitian ini adalah bahwa terdapat 47% setuju bahwa harus ada tindakan tegas bagi yang melakukan pencemaran nama baik aparat/lembaga negara; seiring dengan terdapat peningkatan responden yang setuju terhadap kebebasan berpendapat dari yang sebelumnya 24% menjadi 40%.

Pusing membaca angka-angka tadi?

Mari kita sederhanakan, artinya kebebasan berpendapat dan manajemen konflik menghadapi kritik dengan cara yang santun perlu mendapat perhatian yang serius. Serius ini…

Min.. Manajemen Konflik maksudnya apa sih?

Manajemen konflik merupakan salah satu kemampuan dasar emosi manusia. Kemampuan ini harusnya makin mumpuni ketika seseorang duduk sebagai pejabat publik.

Kehandalan menggarap program seiris sebangun dengan kemampuan olah jiwa.

Menurut buku Manajemen Konflik (Sudarmanto et.all, 2021), seorang pemimpin memiliki kualitas di atas rata-rata dalam mengelola konflik, karena kesehariannya dia akan menghadapi multi konflik sekaligus.

Tidak ada pejabat publik yang sehari-harinya tidak berhadapan dengan masalah. Kemampuan menghadapi masalah merupakan kemampuan yang dilatih sejak kecil.

Kebiasaan untuk mencari solusi terhadap masalah daripada menjadi sekedar penemu masalah atau bahkan pecundang, diawali sejak dari rumah.

Baca Juga  Mendalam ke dalam Keunikan Sistem Pendidikan Jerman: 8 Aspek yang Sangat Menarik

Demikian seterusnya lama kelamaan membentuk suatu karakter unggul yang sama sekali berbeda jauh dari gambaran seorang trouble maker.

Kemampuan mengelola konflik, masih menurut Sudarmanta et.all (2021), tersedia dengan beberapa cara antara lain; menghindari konflik (avoiding), mengumpulkan pendapat para pihak yang berkonflik (accomodating).

Lalu, mengajukan kompromi terhadap konflik (compromising), mengajukan kompetisi terhadap konflik (competing), berkolaborasi (collaborating) dan kombinasi dari kelima cara tersebut yaitu konglomerasi (conglomeration).

Tiga cara yang pertama adalah cara-cara yang paling umum digunakan sebagai pendekatan untuk penyelesaian konflik. Sedangkan cara kolaborasi dan konglomerasi merupakan suatu keterampilan menghadapi konflik bagi mereka yang sudah punya jam terbang tinggi.

Gimana Cara Menyampaikan Kritik?

Kembali ke reaksi viral penanganan konflik, pemerintah yang antikritik akan menghadapi blunder permasalahan yang lebih rumit lagi. Tapi eiitss…tunggu dulu. Kenapa cuma dari sisi pemerintah yang antikritik yang disorot? Bagaimana dengan pihak pengkritik?

Cara pengkritik menyampaikan kritik juga perlu dikritik. Pemerintah membela diri dengan mengajukan keberatan bukan terhadap isi kritik tetapi dengan cara menyampaikan kritik.

Pada banyak kementerian/lembaga pemerintahan sudah sering kita temukan kanal atau forum yang mewadahi keluhan/kritik.

Dengan meminta isian jelas mengenai identitas, fakta dan data yang akurat, menandakan bahwa pemerintah ingin agar masukan/keluhan yang disampaikan tepat sasaran dan bukan berita bohong apalagi fitnah.

Kesantunan. Itu barangkali yang perlu diajarkan. Sejajar dengan kemampuan menghadapi konflik yang tadi disebutkan mesti dilatih sejak dini, maka kesantunan pun demikian.

Kesantunan juga merupakan suatu refleksi kematangan emosi seseorang. Kesantunan merupakan kombinasi kemampuan manajemen emosi yang melibatkan diri sendiri dan orang lain.

Bagaimana cara menyampaikan kritik dengan dilengkapi identitas, fakta dan data yang akurat plus menggunakan cara yang santun, yang tidak menyakiti perasaan orang lain, mengandung caci maki yang pada akhirnya mengaburkan substansi masalah.

Jadi bagaimana titik temunya? Antara pemerintah yang menegakkan hak asasi mengeluarkan pendapat dengan pengkritik yang menyampaikan kritik dengan santun. Kolaborasi dan konglomerasi itu dapat menjadi upaya yang layak dicoba.

Makin naik tingkat konfliknya, maka makin naik pula keampuhan cara menyelesaikan konflik. Percayalah, tidak ada permasalahan apapun di dunia ini yang tidak ada solusinya.

Tinggal kita bersedia mengupayakannya atau tidak.

Pemerintah perlu meningkatkan cara-cara yang bisa menampung kebebasan berpendapat dengan berkolaborasi dan berkonglomerasi dengan masyarakat sebagai elemen utama berbangsa.

Masyarakat pun perlu mendapatkan edukasi tentang cara-cara santun menyampaikan kritik. Keinginnannya kadang sederhana: mendapatkan perhatian. Sedangkan untuk solusinya, barangkali tidak hanya melulu datang dari pemerintah, tetapi merupakan hasil kolaborasi banyak pihak.

Cara-cara seperti ini layak dicoba, sehingga ketika Kawula17 ataupun lembaga peneliti lain mengangkat isu kebebasan berpendapat menemukan tren positif. Semoga.

 

Editor: Dimas Adi Putra

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life