Home » Stop Bullying! Kesehatan Mental Anak Penting

Stop Bullying! Kesehatan Mental Anak Penting

by Addinda Zen
3 minutes read
Ilustrasi Anak Anak

ESENSI.TV - JAKARTA

Kesehatan mental penting bagi setiap orang, termasuk anak-anak. Sehat secara mental penting bagi perkembangan dan emosional anak. Selain itu, saat ada masalah, anak akan dapat mengatasinya dengan baik melalui keterampilan sosial yang sehat.

Dilansir dari dataindonesia.id pada Jumat (3/3), berdasarkan hasil survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022, sebanyak satu dari tiga remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir. Angka ini setara dengan 15,5 juta remaja di dalam negeri.

Kisah pilu datang dari Banyuwangi, tepatnya di Dusun Pancer, Kecamatan Pesanggaran, Senin (27/2) lalu. MR, seorang anak Sekolah Dasar (SD) tewas gantung diri setelah mendapat bullying atau perundungan di sekolahnya. Diketahui, anak berusia 11 tahun tersebut menjadi korban bullying karena ayahnya telah meninggal dunia.

MR ditemukan tergantung tidak bernyawa di belakang rumah oleh ibunya. Sebelum peristiwa ini terjadi, MR sering bercerita bahwa dirinya tidak memiliki teman. Ia mengaku tidak ada yang mau berteman dengannya karena ia merupakan anak yatim. Bahkan, MR sempat tidak mau pergi sekolah dan mengaji.

Dikutip dari detik.com, Suratno, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Banyuwangi mengatakan pihaknya akan mengevaluasi dan mengoptimalkan peran sekolah agar tak terjadi kasus serupa. Ia menambahkan, pihaknya akan mengoptimalkan Satuan Tugas (Satgas) Antiperundungan di sekolah.

Efek Bullying Pada Kesehatan Mental Anak

Bullying didefinisikan sebagai perilaku agresif yang tidak diinginkan. Perilaku ini melibatkan individu dengan individu lainnya. Ada kesenjangan kekuasaan atau kekuatan dalam perilaku bullying.

Bullying dapat terjadi di mana saja, seperti sekolah, tempat kerja, grup pertemanan, bahkan di media sosial (cyberbullying). Tidak hanya anak-anak, bullying juga dapat dialami oleh orang dewasa.

Efek bullying terhadap kesehatan mental sangat buruk. Bullying dapat memberikan perasaan penolakan, pengucilan, rendah diri, hingga depresi. Pada beberapa kasus, bullying juga dapat berkembang menjadi Acute Stress Disorder atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Mendapat bullying atau intimidasi pada usia anak-anak dapat menyebabkan kerusakan psikologis seumur hidup. Anak-anak banyak mengidentifikasi peran, mengembangkan kepribadian, dan mencari tahu jati diri. Ketika anak-anak mendapat bullying, bisa menyebabkan masalah dengan kepercayaan pada orang lain, harga diri, dan kemarahan.

Peran Orang Tua Untuk Kesehatan Mental Anak

Komunikasi terbuka antara anak dan orang tua berperan besar. Orang tua perlu memastikan anak-anak mengetahui bahwa mereka bisa berbicara tentang apapun yang terjadi di hidupnya.

Terdapat koneksi antara kesehatan mental orang tua dan anak. Menjaga hubungan anak dan orang tua dapat menciptakan ruang yang aman bagi anak untuk berkomunikasi tentang emosi atau situasi yang sulit. Orang tua perlu membantu anak dalam mengenali, membicarakan, dan menangani pikirannya. Anak perlu diberikan pemahaman terkait pikiran dan perasaan yang dapat mempengaruhi perilaku mereka.

Baca Juga  Kompolnas Sebut Gaji Anggota Polri Terendah se-Asia Tenggara

Orang tua juga dapat membantu anak mengelola emosi negatif dengan memperkuat kepercayaan diri.

Peran Orang Tua Mencegah Perilaku Bullying

Tidak hanya pada kesehatan mental, peran orang tua juga besar pada perkembangan bersosialisasi anak. Orang tua memiliki kekuatan untuk mencegah intimidasi serta perilaku berisiko lainnya pada anak.

Pelaku bullying juga perlu peran orang tua untuk mengubah perilakunya. Orang tua memiliki wewenang untuk mengajarkan moral, salah dan benar, diterima dan tidak dapat diterima.

Dikutip dari pacesconnection.com, Dr. Dan Olweus dalam program “The Father of Anti-Bullying” ditemukan bahwa pola mengasuh anak yang umum dilakukan bisa menciptakan perilaku anti-sosial pada anak, termasuk “hostile reaction patterns” atau reaksi agresif. Beberapa kesalahan pola asuh anak adalah sebagai berikut:

1. Pola Asuh Negatif

Ketika merasakan hal negatif, anak merasa tidak aman karena orang tua justru mengabaikannya. Misalnya, menganggap kecil perasaan anak. Seharusnya perlu diciptakan koneksi hangat, sehingga anak juga merasa ada yang mendampinginya.

2. Diizinkan Berlaku Agresif

Tidak ada konsekuensi atau hukuman ketika anak melakukan perilaku buruk. Anak akan menerapkan ini di dunia luar. Ia merasa tidak ada konsekuensi saat melakukan apapun. Perlu ditetapkan batasan tegas pada perilaku yang tidak bisa diterima.

3. Metode Asertif Kekuasaan

Umumnya, orang tua menyelesaikan konflik dengan kekuasaan, agresi, dan ledakan emosi yang keras. Anak-anak yang dibesarkan di lingkungan penuh dengan teriakan dan pukulan cenderung menjadi agresif. Orang tua tidak bisa menggunakan kekerasan emosional atau fisik untuk mengontrol perilaku anak.

 

Sanksi Sosial bagi Pelaku Bullying

Dari aspek hukum, bullying diatur dalam Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76C UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidana 6 bulan. Namun, banyak masyarakat yang mempercayakan sanksi sosial sebagai hukuman pantas bagi pelaku bullying.

Sanksi sosial yang dapat diterapkan pada pelaku bullying tingkat sekolah misalnya pada tingkatan tertentu anak mendapat skor negatif ketika melakukan perundungan. Sekolah dapat memberikan catatan khusus pada anak-anak tersebut untuk diketahui pihak sekolah di jenjang selanjutnya.

Pihak sekolah juga secara ketat melakukan seleksi pada anak-anak yang memiliki catatan sebagai perundung.

Harapannya, di masa yang akan datang, bullying pada anak remaja atau di bawah umur tidak terjadi lagi. Usia anak-anak berperan penting dalam pertumbuhannya menuju pendewasaan. Karakter diri yang dimilikinya nanti, dipengaruhi oleh perlakuan yang didapatnya ketika anak-anak.

 

Editor: Addinda Zen

addindazen@esensi.tv

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life