Home » Rencana Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen Diminta Ditinjau Ulang

Rencana Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen Diminta Ditinjau Ulang

by Junita Ariani
2 minutes read
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi usai mengikuti Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (16/1/2024).

ESENSI.TV - JAKARTA

Pemerintah diminta untuk meninjau ulang prinsip kehati-hatian terkait kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75 persen. Sebab, Indonesia masih berada pada masa transisi pemulihan pasca Covid-19 termasuk sektor pariwisatanya.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengatakan, pemerintah dinilai tidak arif jika meningkatkan pemasukan negara lewat pajak. Terutama disaat pelaku industri hiburan sedang berusaha bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi negara.

Ia mengingatkan pemerintah harus melibatkan para pelaku industri dalam pembahasannya agar angka yang ditetapkan rasional.

Dede menyampaikan itu usai mengikuti Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (16/1/2024).

“Kalau naik dengan angka pajak seperti itu, apakah bisa hidup industri hiburan di Indonesia ini? Saya harap kebijakan ini ditinjau ulang,” tegasnya.

Menurutnya, ketika pandemi berakhir, sektor pariwisata bangkitnya paling belakangan. Tahun 2022 baru bisa bangkit dan tahun ini sedang ‘survive’.

Kalau naik dengan angka pajak seperti itu, apakah bisa hidup industri hiburan di Indonesia ini?

“Saya harap kebijakan ini ditinjau ulang oleh pemerintah dengan mempertimbangkan aspirasi para pelaku industri hiburan,” ungkap Dede.

Pajak Hiburan

Perlu diketahui, pajak hiburan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Merujuk pada pasal 55, ada 12 subjek pajak untuk Jasa Kesenian dan Hiburan.

Baca Juga  Jokowi Kembali Kesal, Uang Negara Habis untuk Honor dan Perjalanan Dinas

Di antaranya, tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu. Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana.

Kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap; pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor.

Permainan ketangkasan olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran;.

Rekreasi wahana air, wahana ekologi, pendidikan, budaya, wahana salju, permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang. Panti pijat dan pijat refleksi; dan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Jika diperhatikan, pajak hiburan Indonesia dinilai naik signifikan hingga minimum 40 persen. Angka ini menempatkan Indonesia pada posisi teratas dibandingkan Singapura sebesar 15 persen. Malaysia 10 persen, dan Thailand 5 persen.

Mewakili Komisi X DPR, Dede menyampaikan agar antarlembaga pemerintah saling bersinergi dalam melahirkan sebuah kebijakan.

Ia tidak ingin upaya pemerintah untuk menaikan pemasukan negara lewat pajak malah berdampak buruk pada industri pariwisata di Indonesia.

“Daya beli masyarakat belum naik saat ini. Pariwisata di Indonesia juga sedang berusaha bertahan. Saya melihat perlu ditinjau ulang jumlah besarannya (persentase pajak hiburan). Kalau ingin meningkatkan pemasukan lewat pajak, perlu diperhatikan aspirasi para pelaku usaha industri hiburan,” jelasnya. *

#beritaviral
#beritaterkini

Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang/Raja H Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life