Home » Vape dan Rokok Tembakau, Lebih Bahaya Mana?

Vape dan Rokok Tembakau, Lebih Bahaya Mana?

by Achmat
2 minutes read
Vape 2

ESENSI.TV - JAKARTA

Perbedaan mendasar dari vape atau rokok elektrik dengan rokok konvensional adalah kandungan tembakau. Vape tidak memiliki kandungan tembakau seperti rokok tradisional. Sehingga, vape sering kali dianggap lebih sehat dibandingkan rokok tembakau.

Padahal, hal itu tidak bisa menjadi tolok ukur bahwa vape lebih aman dibandingkan dengan rokok biasa. Karena, faktanya ternyata vape tak lebih aman dibandingkan rokok tembakau

Spesialis paru dari RS Paru Persahabatan Erlina Burhan mengungkapkan, menghirup rokok elektrik sebanyak 30 kali sama seperti merokok sebatang. Karena, kandungan nikotin vape dalam sekali hisap sebanyak nol sampai 35 mikrogram nikotin. “Namun, perlu diperhatikan, saat seseorang menghirup 30 kali hisapan itu bisa mencapai kadar nikotin 1 miligram,” ujar Erlina, belum lama ini.

Selain itu, di dalam rokok elektrik biasanya ada tambahan cairan perasa yang mengandung zat kimia. Cairan tersebut dinilai tidak baik untuk kesehatan. Bahkan, belakangan dipalsukan dengan diisi dengan narkoba.

Aldehid ini juga suatu zat yang tidak baik. Untuk perasa sebetulnya. Tapi kan ada zat kimianya,” kata Erlina.

Bagi perokok pasif yang terpapar uap rokok elektrik juga berisiko terkena gangguan pernapasan. Meskipun, tidak sedikit yang menganggap asap dari vape tidak berbahaya seperti rokok tembakau. Vape dianggap hanya menimbulkan uap sehingga tidak bakal mengganggu atau membahayakan orang-orang di sekitar.

“Rokok elektrik ini dibakar menghasilkan uap atau aerosol. Uap dan aerosol juga menyebar sehingga sama saja, orang di sekitarnya kita anggap pasif atau secondhand smoker karena terekspos uap yang ditimbulkan,” kata Erlina.

Baca Juga  Sudah Berlaku 1 Januari 2023, Ini Daftar Lengkap Harga Jual Terendah Rokok Eceran

Global Adult Tobacco Survey (GATS) melaporkan prevalensi pengguna rokok elektrik di Indonesia meningkat signifikan. Prevalensi penggunaan rokok elektrik pada 2011 hanya 0,3 persen, lalu menjadi 3,0 persen pada 2021. Angka tersebut setara 6,2 juta orang dewasa yang terdiri atas 5,8 persen konsumen laki-laki dan 0,3 persen perempuan.

Rokok elektrik sudah ada sejak tahun 1930. Namun, baru pada 1960-an, Herbert A Gilbert dianggap sebagai pencipta pertama sebuah perangkat yang mirip dengan rokok elektrik. Gilbert juga disebut telah menerima hak paten atas rokok elektrik itu pada 1965. Namun, rokok elektrik hasil ciptaannya tersebut gagal dikomersialkan.

Selanjutnya, pada 2003 seorang farmasi dan perokok bernama Hon Lik berhasil membuat rokok elektrik dan mengomersialkannya. Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, vape mulai masuk di Indonesia di tahun 2012. Hal tersebut disebabkan, banyaknya masyarakat Indonesia yang pergi ke luar negeri, kemudian kembali pulang ke Tanah Air dengan membawa vape.

Perlu diperhatikan, bukan hanya kandungan tembakau yang bisa meningkatkan risiko terinfeksi penyakit serius. Penggunaan vape dalam jangka panjang juga bisa meningkatkan risiko yang sama. Maka dari itu, penggunaan vape pun sebaiknya diwaspadai, terutama pada remaja dan orang yang rentan terserang penyakit.

 

Editor: Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life