Home » DKJ dan RUU DIbaliknya, Presiden Mau Cawe-Cawe?

DKJ dan RUU DIbaliknya, Presiden Mau Cawe-Cawe?

by fara dama
2 minutes read
Ilustrasi. Pemerintah diminta segera melakukan usulan untuk melakukan perubahan Undang-Undang tentang DKI Jakarta. Karena saat ini secara de jure Indonesia punya dua Ibu Kota Negara DKJ.

ESENSI.TV - JAKARTA

DKJ merupakan singkatan dari Daerah Khusus Jakarta. Nama ini akan menjadi nama baru DKI Jakarta usai ibu kota resmi berpindah ke IKN Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Pada Desember tahun lalu, DPR mengesahkan RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi usul inisiatif DPR.

Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus menyebutkan delapan fraksi menyetujui RUU DKJ untuk disahkan menjadi usul inisiatif DPR dengan catatan, sementara PKS menolak.

Delapan frkasi yang menyetujui RUU yakni, Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai NasDem, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN dan Fraksi PPP.

Sementara Fraksi PKS yang diwakili Hermanto memilih menyampaikan pandangan fraksi secara lisan. Ada beberapa catatan yang disampaikan Hermanto yang berisi tentang penolakan terhadap RUU DJK.

Pembentukan Dewan Regional

Pembentukan Dewan Regional meliputi Jakarta, Bekasi, Bogor, Depok Tangerang dan Cianjur sedang dibentuk, sebagaimana tertuang dalam RUU.  Sebagaimana dikatakan langsung oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

“Tapi ada lagi selain sebagai (status) ibu kota, ada akan dibentuk namanya Dewan Regional, ini meliputi Jakarta, Bekasi, Bogor, Depok kemudian juga Tangerang. Bahkan Cianjur dimasukkan Dewan Regional untuk mengharmonisasi perencanaan,” kata Ma’ruf.

Wapres mengungkap Dewan Regional ini dibentuk untuk memudahkan dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di Jakarta dan daerah penyangga. Seperti masalah banjir hingga transportasi.

Pasal Anti-Demokrasi dalam RUU DKJ

RUU DKJ ini mendapat penolakan banyak pihak karena memuat klausul yang kontroversial seputar gubernur dan wakil gubernur Jakarta.

Dalam Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ ini disebutkan gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.

Baca Juga  Paripurna DPR Sepakat Perpanjang Pembahasan 6 RUU Mulai EBT Hingga Narkotika

Pasal kontroversial ini memantik banyak penolakan. Salah satunya dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang menilai Pasal 10 ayat 2 draft RUU DKJ tersebut merampas hak demokrasi warga Jakarta sekaligus melanggar Undang-Undang Dasar.

Implikasi RUU DKJ

Penunjukan kepala daerah oleh presiden dapat mengganggu demokrasi, yang berpotensi membuat tata kelola pemerintahan menjadi kurang selaras dengan kebutuhan dan aspirasi warga Jakarta.

Para pendukung usulan perubahan ini berpendapat bahwa gubernur yang ditunjuk oleh presiden akan meningkatkan efisiensi dan memastikan keselarasan dengan prioritas nasional. Pendekatan ini diyakini akan bermanfaat bagi kelancaran pelaksanaan kebijakan nasional di tingkat kota.

Para kritikus berpendapat bahwa manfaat yang dirasakan ini tidak dapat dijadikan alasan untuk melemahkan keterlibatan demokratis dan tata kelola lokal. Pemilihan gubernur secara langsung memastikan bahwa kepemimpinan tetap selaras dengan tantangan-tantangan unik di Jakarta.

Cawe-cawe Pilih Gubernur Jakarta

Dalam hal ini, Mahfud MD meninta agar masyarakat mengawal dan mengawasi pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta di DPR.

Mahfud mengingatkan, ada potensi cawe-cawe presiden dalam menentukan gubernur dan wakil daerah khusus Jakarta. Dia mengatakan penolakan wacana penunjukan langsung Gubernur DKJ oleh presiden, ada skenario lain. Dimana presiden akan memilih nama-nama yang diajukan DPR untuk menjadi Gubernur DKJ.

Mahfud menilai hal itu berpotensi menciptakan kronisme baru dan merupakan akal-akalan serta cawe-cawe presiden dalam menentukan Gubernur Jakarta.

Editor: Raja Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life