Home » Politisi Korupsi, RUU Pemberantasan Aset Tak Kunjung Dieksekusi

Politisi Korupsi, RUU Pemberantasan Aset Tak Kunjung Dieksekusi

by Addinda Zen
4 minutes read

ESENSI.TV - PERSPEKTIF

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia untuk tahun 2022 menurun. Merujuk pada hasil Transparency International, Indonesia mengalami penurunan skor 4 poin dari 2021. Wawan Suyatmiko, Deputi Sekjen Transparency International Indonesia (TII) mengatakan penurunan ini paling drastis sejak 1995.

“Skor ini turun 4 poin dari tahun 2021 atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995” jelasnya.

Skor IPK Indonesia masih jauh di bawah rata-rata negara di Asia Pasifik, yaitu 45. Indonesia masih menduduki peringkat 7 dari 11 negara ASEAN. Untuk kawasan Asia Tenggara sendiri, Indonesia masih di bawah Singapura, Vietnam, Malaysia.

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) adalah survey tahunan yang dikeluarkan Transparency International. Survey ini mengurutkan 180 negara di dunia berdasarkan tingkat persepsi masyarakat mengenai korupsi yang terjadi pada jabatan publik dan politik. Semakin tinggi nilai persepsi korupsi, semakin rendah pula korupsi yang terjadi di negara tersebut.

Wawan Suyatmiko menyebut ada tiga indikator tantangan dalam pemberantasan korupsi. Ini meliputi kebijakan negara yang melonggarkan kemudahan investasi, maraknya korupsi politik, dan penegakan hukum atas korupsi yang belum efektif.

RUU Perampasan Aset

Terkait dengan penegakan hukum yang belum efektif, baru-baru ini ada polemik baru yang terjadi di DPR. Polemik ini mengenai RUU Perampasan Aset untuk pelaku korupsi.

Menko Polhukam, Mahfud MD memohonkan 2 Rancangan Undang-Undang (RUU) pada Anggota DPR di Komisi III. Pertama, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Kedua, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK).

RUU Perampasan Aset Tindak Pidana saat ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.

Kedua RUU ini didukung para pegiat korupsi. Alasannya, agar pemberantasan korupsi di Indonesia bisa cepat dilaksanakan dan proses hukumnya tidak berlama-lama. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut RUU Perampasan Aset Tindak Pidana adalah salah satu RUU yang didorong pengesahannya sejak lama.

“Jadi RUU Perampasan Aset Tindak Pidana itu adalah salah satu RUU yang dari lama ICW dorong pembahasan dan pengesahannya. Selain juga, revisi UU Tipikor dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal” ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, dikutip dari cnbcindonesia (7/4).

Bertolak belakang dengan dukungan ini, Bambang Wuryanto, Ketua Komisi III DPR RI justru menyarankan Mahfud MD meminta restu ketua umum partai. Hal ini agar RUU Perampasan Aset dibahas.

Dalam rapat dengar pendapat, Bambang terang-terangan menyebut keputusan Anggota DPR hanya tergantung pada ketua partai.

“Saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa (disahkan). Tapi, harus bicara dengan para ketua partai dulu,” jelas Bambang.

Ia juga menambahkan, bahwa dirinya akan siap jika diminta berhenti oleh ‘ibu’ ketua partai.

“Di sini boleh ngomong galak, Pak. Tapi Bambang Pacul (panggilan akrab Bambang Wuryanto) ditelepon ibu ‘Pacul berhenti!’, ‘Siap, Laksanakan!’ Jadi, permintaan Saudara langsung saya jawab, Bambang Pacul siap kalau diperintah juragan’” tambahnya.

Kenyataan ini miris terdengar. Dewan Perwakilan Rakyat justru masih mengutamakan perintah partai, dibandingkan dorongan rakyat untuk pemberantasan korupsi. Partai masih memegang peran kuat dalam kebijakan korupsi.

 

Deretan Politisi yang Terseret Kasus Korupsi

1. Juliari Batubara

Politisi asal PDIP ini terjerat kasus korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos) untuk penanganan pandemi COVID-19. Juliari menerima hadiah dari para vendor Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ) bansos di Kemensos. Ia menerima sekitar Rp32 miliar dari tindak korupsi ini.

Juliari kemudian divonis penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta. Ia juga wajib membayar uang pengganti sejumlah Rp14,5 miliar. Menariknya, ia disebut telah menerima hinaan dan cacian dari masyarakat. Atas hal ini, hakim menyebut hukuman Juliari diringankan.

2. I Wayan Koster

Masih dari PDIP, nama I Wayan Koster menjadi buah bibir masyarakat akhir-akhir ini. Bermula dari pernyataannya menolak timnas sepak bola Israel masuk Indonesia pada Piala Dunia U-20. Namun, Koster juga telah menjadi perhatian beberapa tahun lalu. Ia sempat terseret kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana olahraga Hambalang.

Baca Juga  2012: Ketika Bumi Menghadapi Kiamat

Penentuan nilai anggaran proyek Hambalang ini melewati persetujuan Komisi X DPR RI. Koster saat itu juga merupakan anggota dari komisi ini. Koster mengatakan, Anggota Komisi X sepakat atas nilai anggaran yang diajukan Kemenpora.

Penambahan dana sebesar Rp150 miliar ini tanpa melalui proses RDP (Rapat Dengar Pendapat) antara Pokja (kelompok kerja) dan Kemenpora. Koster menjadi salah satu anggota Pokja yang menandatangani persetujuan tersebut, Diduga ada uang pelicin yang masuk ke Komisi X DPR RI untuk melancarkan penambahan anggaran ini.

3. Ganjar Pranowo

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo pun tidak luput dari kasus korupsi. Pada kasus korupsi e-KTP, Ganjar disebut menerima aliran dana proyek tersebut. Ini bermula dari kesaksian Setya Novanto saat Ganjar bersaksi di sidang Pengadilan Tipikor.

Setya Novanto mengatakan, ada 4 orang yang melapor terkait penerimaan uang e-KTP oleh Ganjar. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin juga bersaksi hal yang sama. Ia bahkan mengaku melihat secara langsung Ganjar menerima uang tersebut.

Meski begitu, Ganjar bebas dari dugaan ini karena KPK belum menemukan bukti keterlibatannya.

Dari beberapa kasus di atas, dapat terlihat bahwa masih ada kesempatan bagi para terduga korupsi untuk mempertahankan asetnya maupun berkelit untuk lolos dari dugaan. Meski begitu, ada pula partai politik yang tegas mendukung penindakan hukuman bagi kadernya yang terbukti melakukan korupsi. Diantaranya yaitu:

1. Golkar

Terjerat kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto divonis 15 tahun penjara. Golkar sebagai partai yang menaungi Setya Novanto, mengaku menghormati keputusan hakim. Mewakili Golkar saat itu, Ace Hasan Syadzily menyerahkan hal ini sepenuhnya pada Setya Novanto dan tim hukumnya.

Setya Novanto dijerat Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 2. Demokrat

Partai Demokrat termasuk dalam partai yang mendukung penindakan hukum bagi pelaku korupsi. Ini dibuktikan saat Nazaruddin terjerat kasus suap Wisma Atlet. Demokrat menghormati apapun vonis hukuman hakim. Demokrat menyebut, apapun keputusannya, itulah yang dianggap terbaik dan harus dihormati.

Nazaruddin pun divonis hukuman penjara 4 tahun dan 10 bulan, serta denda Rp200 juta. Ia terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.

3. NasDem

Surya Paloh menegaskan bahwa NasDem menghargai dan menjunjung tinggi penegakan hukum. Ini disampaikannya saat menanggapi kasus penerimaan suap yang melibatkan kader NasDem, Patrice Rio Capella. Kasus suap ini terkait proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil dan penyertaan modal sejumlah BUMD di Sumatera Utara.

Patrice Rio pun mundur dari NasDem. Ia juga menerima hukuman 1 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan.

Menjadi sangat mendesak bagi para wakil rakyat untuk berani mengesahkan RUU Perampasan Aset bagi koruptor sebagai UU. Sehingga, keberpihakan wakil rakyat kepada rakyat terwujud nyata. Bukan malah sebaliknya, keputusan yang mencakup kepentingan hajat hidup orang banyak, justru diserahkan pada keputusan ketua partai politik.

Ayo para Wakil Rakyat, segera sahkan RUU itu menjadi UU. Lihatlah di tahun depan saat pemilu berlangsung, anggota parlemen yang berani mewujudkan UU ini, berpotensi sangat besar terpilih kembali. Termasuk partai politik yang menaunginya.

Rakyat butuh keadilan yang ditampilkan di ranah publik, khususnya perilaku dan sikap anggota parlemen terhadap para koruptor yang memperkaya diri sendiri sekaligus merugikan negara.

 

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life