Home » Debut Generasi Milenial Orbitkan Satelit Nano Pertama Milik Indonesia

Debut Generasi Milenial Orbitkan Satelit Nano Pertama Milik Indonesia

Tim Proyek Surya Satellite-1 Juara Program KiboCUBE Inisiatif UNOOSA dan JAXA

by Erna Sari Ulina Girsang
4 minutes read
roket

ESENSI.TV - PERSPEKTIF

Indonesia meluncurkan satelit nano pertama karya tujuh orang generasi milenial lulusan Universitas Surya, Tangerang. Satelit Surya-1 (SS-1) membawa misi media komunikasi dalam bentuk teks singkat, serta dapat dikembangkan untuk mitigasi bencana, pemantauan jarak jauh dan komunikasi darurat.

Pekan ini adalah hari bersejarah bagi ilmu pengetahuan Indonesia bidang antariksa dan teknologi informasi. Pencetak sejarah kali ini adalah tujuh orang generasi Milenial yang baru lulus dari Universitas Surya.

Mereka adalah anggota Tim Proyek Surya Satellite-1, yaitu Setra Yoman Prahyang yang didaulat menjadi ketua tim. Kemudian, Hery Steven Mindarno, M Zulfa Dhiyaulfaq, Suhandinata, Afiq Herdika Sulistya, Roberto Gunawan, dan Correy Ananta Adhilaksma.

Hasil karya ketujuh generasi muda ini adalah satelit nano pertama karya Indonesia. Namanya Surya Satellite-1. Nama kerennya SS-1. Tidak hanya dikembangkan, tetapi sudah sukses mengorbit di Low Earth Orbit (LEO), Rabu (6/1/2023), setelah diluncurkan dari Stasiun Luar Angkasa Internasional atau International Space Station (ISS) pada November 2022 lalu.

Tidak tanggung-tanggung, peluncuran SS-1 membawa misi yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia, yaitu sebagai Automatic Packet Reporting System (APRS) yang berfungsi menjadi media komunikasi via satelit dalam bentuk teks singkat.

Tidak cukup disitu, teknologi ini dapat juga dikembangkan untuk mitigasi bencana, pemantauan jarak jauh dan komunikasi darurat.

Saat bekerja, SS-1 ini membawa muatan dalam bentuk modul radio amatir yang fungsinya untuk memancarkan ulang sinyal radio yang didapat dari Bumi. Modul deployer yang dipakai adalah milik Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA).

Setelah satelit dilepas menuju orbit LEO tersebut, SS-1 mengorbit di ketinggian 400-420 km di atas permukaan Bumi dengan sudut inklinasi 51,7 derajat. Surya Satellite- 1 diperkirakan akan melintasi wilayah Indonesia tiap 1,5-2 jam.

Jika kamu bingung mengapa namanya satelit nano. Ini jawabannya. SS-1 disebut satelit nano atau CubeSat yang berukuran 10x10x11,35 cm dengan berat 1-1,3 kg, lebih kecil dari satelit mikro atau TubeSat yang biasanya memiliki berat 50-70 kg.

“Pemilihan satelit nano dikarenakan ukurannya lebih kecil dan mudah dijangkau sebagai mahasiswa. Lebih kecil, lebih mudah di manufaktur, lebih mudah untuk didesain. Jadi lebih terjangkau dari perspektif saya sebagai mahasiswa waktu itu,” ujar Setra, Ketua Tim Proyek SS-1, dalam acara pelepasan SS-1 dari ISS di Kantor BRIN, Jakarta, Jumat (6/1/2023).

Bekerja Sama Dengan ORARI

Ya benar, debut pertama Setra Yoman Prahyang and the genk mengembangkan SS-1 ini dimulai ketika masih mahasiswa di Universitas Surya. Itu lho, kampus yang punya visi World Class Research University, didirikan oleh Bapak Olimpiade Sains, Prof Yohanes Surya.

Kalau disingkat begini kisahnya. Sentra Yoman Prahyang bekerja sama dengan Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) waktu menginisiasi Proyek SS-1. Setelah proses konsep dan perencanaan selasai.

Tahun 2017, proyek SS-1 memulai pengerjaan dan pelatihan pembuatan satelit nano dengan supervisi dari para periset di Pusat Teknologi Satelit Lapan yang sekarang sudah bergabung ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Kemudian, tahun 2018, SS-1 yang sudah dikembangkan diikutkan dalam kompetisi KiboCUBE. Program KiboCUBE adalah inisiatif bersama, yaitu United Nations Office for Outer Space Affairs (UNOOSA) dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA).

Tujuan kedua lembaga ruang angkasa ini membuat kompetisi KiboCUBE untuk memberikan akses negara berkembang untuk mengembangkan satelit dari ISS atau Stasiun Luar Angkasa Internasional yang sudah dijelaskan di atas tadi.

Juara Program KiboCUBE

Tim Proyek SS-1 berhasil menjadi pemenang perlombaan bergengsi itu. Hadiahnya tidak tanggung-tanggung. Juaranya mendapatkan slot peluncuran satelit berukuran nano dari Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Tidak menunggu lama, di tahun yang sama, tepatnya Agustus 2018, KiboCUBE, Tim Proyek SS-1 menandatangani perjanjian kerja sama dengan Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN untuk bimbingan pembuatan satelit nano, pengadaan berbagai komponen space grade dan pemakaian alat pengujian yang diperlukan dalam pembuatan SS-1.

Selanjutnya, dalam Asia Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF) ke-24 pada November 2018 di Singapura, Tim SS-1 melakukan perjanjian kerja sama dengan JAXA soal bimbingan proses pembuatan satelit nano yang terdiri atas beberapa fase reviu.

Baca Juga  Menteri Trenggono Kunjungi Satelit KSAT Norwegia Jajaki Kerja Sama Teknologi

Reviu adalah penelaahan ulang bukti-bukti untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, sehingga dipastikan tidak ada kesalahan saat diluncurkan.

Proses masih berlanjut, pada Februari 2019, Tim SS-1 bekerja sama dengan PT Pudak Scientific di Bandung, Jawa Barat untuk proses pengadaan manufaktur struktur dari SS-1. Kemudian, Juni 2022, Surya Satellite-1 lulus Reviu Fase 03 dan Safety Review Panel oleh para insinyur JAXA. SS-1 kemudian dikirimkan ke Jepang dan diserahterimakan kepada JAXA sebagai pihak peluncur di Tsukuba Space Center pada 8 Juli 2022.

“Melalui pelepasan SS-1 ke orbit ini, kami berharap dapat mempromosikan nano satellite pertama Indonesia yang akan diorbitkan ke luar angkasa. Sekaligus juga ingin menginspirasi praktisi, akademisi dan peneliti generasi muda di Indonesia khususnya di bidang keantariksaan,” ujar Setra.

Masih ada satu pihak lagi yang terlibat dalam peluncuran ini, meskipun semua difasilitasi oleh United Nations Office for Outer Space Affairs (UNOOSA) dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) melalui Program KiboCUBE.

Surya Satelit-1 diluncurkan menuju Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) menggunakan roket SpaceX CRS-26 pada 27 November 2022, dari NASA Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat, sebelum dilepaskan dari ISS menuju orbit LEO pada Jumat ini.

SpaceX saat ini memang sedang menguasai dunia dari tingginya aktivitasnya dalam membawa satelit ke luar angkasa. SpaceX atau Space Exploration Technologies Corporation adalah perusahaan transportasi luar angkasa swasta berbasis di Amerika Serikat, didirikan oleh Elon Musk, untuk roket peluncuran satelit. Selain penyediaan roket, SpaceX juga mengembangkan Starlink, yaitu konstelasi satelit untuk menghadirkan sebuah sistem komunikasi internet berbasis satelit yang memiliki performa tinggi serta dengan harga yang terjangkau.

Lebih dari 3.000 Starlink di Orbit

Data resmi perusahaan menunjukkan SpaceX mengembangkan Falcon yang dapat dipakai berulang. Hingga awal Januari 2023, Falcon sudah lepas landas ke luar angkasa untuk ke-200 kali dan membawa ratusan satelit. Sedangan roket Falcon telah meluncurkan lebih Starlink dari 3.000 satelit di low-Earth orbit (LEO) selama tahun 2019 hingga September 2022.

Sejak Juni 2022 lalu, Starlink juga telah beroperasi di Indonesia untuk melayani kebutuhan BUMN telekomunikasi, Telkom Grup. Pemerintah melalui Kementerian Informasi dan Teknologi telah memberikan Hak Labuh Satelit Khusus Non Geostationer (NGSO) pada PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat) sebagai pengguna korporat backhaul dalam penyelenggaraan jaringan tetap tertutup satelit Starlink.

Masih dari situs resmi SpaceX, Starlink fokus pada pengiriman internet broadband berkecepatan tinggi dan latensi rendah di lokasi terpencil dan pedesaan secara global. Selain Pemerintah dan BUMN, layanan jasa satelit internet Starlink bisa dibeli oleh siapa saja yang membutuhkan.

Layanan ini bahkan sudah dipasarkan secara online, tinggal dipesan seperti memesan ponsel atau kebutuhan sehari-hari lainnya. Mulai September 2022, layanan dimulai dari USD110 per bulan dengan biaya perangkat keras satu kali sebesar USD599. Perusahaan melakukan peluncuran satelit

Starlink menjadi konstelasi satelit pertama dan terbesar di dunia yang menggunakan orbit rendah Bumi untuk menghadirkan internet broadband yang mampu mendukung streaming, game online, panggilan video dan lainnya.

Starlink dapat memberikan akses internet berkecepatan tinggi dan latensi rendah sesuai kebutuhan di tujuan mana pun di mana Starlink menyediakan jangkauan aktif. Starlink bisa juga efektif digunakan untuk kebutuhan penerbangan dan laut, serta menyediakan konektivitas global untuk perangkat IoT.

Sepak terjang SpaceX mungkin terlalu jauh untuk dapat diikuti Indonesia saat ini. Namun, sulit rasanya tidak merasa bangga dengan peluncuran Surya Satellite-1 karena merupakan produk penelitian dan dikembangkan secara mandiri oleh generasi muda Indonesia.

“Peluncuran ini diharapkan dapat mempromosikan nano satelit pertama Indonesia dan juga dapat menginspirasi praktisi, akademisi dan peneliti generasi muda di Indonesia khususnya di bidang keantariksaan untuk terus berinovasi dan berkarya,” ujar Setra Yoman Prahyang, mengakhiri sambutannya dalam acara pelepasan SS-1 ke orbitnya.*

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life