Home » Motif Politik Dibalik Pembatalan RI Tuan Rumah Piala Dunia U-20

Motif Politik Dibalik Pembatalan RI Tuan Rumah Piala Dunia U-20

by Administrator Esensi
2 minutes read
WhatsApp Image 2023 03 30 at 16.42.48

ESENSI.TV - JAKARTA

FIFA akhirnya resmi mencoret status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2023. Penolakan sejumlah elemen masyarakat dan partai politik terhadap kehadiran Tim Nasional (Timnas) Israel disinyalir menjadi pokok soal pembatalan. Ini adalah jalan berliku yang pada akhirnya buntu.

Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah mengikuti proses yang panjang, dan sempat tertunda akibat Pandemi Covid 19.  Waktu itu, pengumuman Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 diumumkan secara langsung oleh Presiden FIFA, Gianni Infantino dalam FIFA Council Meeting di Shanghai, China pada 24 November 2019.

Indonesia berhasil menyingkirkan persaingan dengan Brasil dan Peru. Rencananya, enam stadion yang akan dipakai perhelatan Piala Dunia U-20, yakni; Stadion Jakabaring (Palembang, Sumatera Selatan), Stadion Utama Gelora Bung Karno (DKI Jakarta), Stadion Si Jalak Harupat (Bandung, Jawa Barat), Stadion Manahan (Solo, Jawa Tengah), Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya, Jawa Timur) dan Stadion Kapten I Wayan Dipta (Gianyar, Bali).

Betul seperti dikemukakan Presiden, awalnya keterpilihan Indonesia tidak ada kaitannya dengan lolosnya Israel ke putaran final. Berita tentang masuknya timnas Israel baru jelas pada 25 Juni 2022, dimana Israel sukses menembus Piala Dunia U-20 dengan status runner up Grup B.

Pada mulanya hal itu tidak begitu berpengaruh. Ketua Umum PSSI pada saat itu, Mochamad Iriawan mengatakan bahwa Israel bisa bermain di Indonesia karena dijamin pemerintah. Bahkan, hal ini juga secara tersirat dikemukakan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, bahwa tidak ada kaitan antara politik dan sepak bola.

Penolakan Kehadiran Israel U-20 di FIFA

Salah satu kelompok masyarakat yang paling awal menolak kehadiran Israel U-20 ke Indonesia adalah Medical Emergency Rescue Committee (MER-C). Setelah saat itu, satu persatu kelompok masyarakat pun mulai berani menyatakan penolakan. Semua mengaitkan tentang kebijakan politik Indonesia yang mendukung kemerdekaan Palestina, dan akan ternoda bila tetap mengakomodir timnas Israel.

Polemik semakin memanas setelah Gubernur Bali, I Wayan Koster menuliskan surat ke Menpora pada 14 Maret 2023. Juga disusul Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang mengatakan akomodasi terhadap Israel bertentangan dengan ruh perjuangan Presiden Soekarno. Suara dua tokoh PDI-Perjuangan ini membuat kisruh makin memanas.

Baca Juga  BKKN dalam RUU Kesehatan

Bahkan pemerintah masih berkukuh untuk melanjutkan perhelatan Piala Dunia U 20. Presiden Joko Widodo mengadakan pertemuan dengan Duta Besar Palestina, Zuhair Al Shun pada 24 Maret 2023. Disusul kemudian pernyataan Dubes Palestina untuk Indonesia tak mempermasalahkan kehadiran Israel U-20 di Indonesia.

Buntut dari polemik Israel U-20 ini adalah pada Minggu (26/3/2023), yakni ketika FIFA membatalkan drawing Piala Dunia U-20 2023 yang sedianya digelar di Bali. Kendati Presiden mengutus Ketua PSSI Erick Thohir untuk melobi FIFA, namun suara pembatalan sudah bulat.

Keputusan FIFA

FIFA memutuskan mengeluarkan Indonesia dari tuan rumah Piala Dunia 2023 FIFA U-20. Tuan rumah baru akan segera diumumkan secepatnya, dengan tanggal pertandingan yang tetap tak berubah. Sanksi potensial terhadap PSSI akan diputuskan ke depan

Dari sisi keuangan, pembatalan itu berpotensi membuat RI merugi setidaknya Rp175 miliar, yaitu anggaran yang dipakai untuk renovasi/revitalisasi stadion yang disiapkan dalam menggelar Piala Dunia U-20 itu.

Kedua tampaknya banyak yang kemudian menjadikan kisruh ini sebagai cara untuk mencari suara publik. Sebut saja, Gubernur Bali dan Gubernur Jawa Tengah yang tampaknya riding the wave untuk menjadikan penolakan ini guna meraih simpati publik.

Boleh jadi tindakan mereka adalah politik identitas untuk memecah belah persatuan bangsa, dimana banyak juga yang menyayangkan penolakan ini. Seharusnya sudah tidak lagi sepakbola tidak tercederai oleh gagasan politik. Karena itu demi perkembangan persepakbolaan nasional yang kini cenderung mati suri.

Publik seharusnya menghindari sosok pemimpin yang mudah membenturkan situasi. Karena berbahaya bagi keutuhan bangsa. Seharusnya, publik memilih sosok yang bisa mendamaikan suasana, tidak tersulut, dan menjadikan peristiwa olahraga sebagai ajang untuk mencari popularitas politik.

Dr. Edi Siregar (Peneliti dari Universitas Satya Negara Indonesia, Jakarta)

Editor: Raja H. Napitupulu/Nabila Tias Novrianda

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life