Home » Traktat Pandemi

Traktat Pandemi

by Raja H. Napitupulu
5 minutes read
Covid

ESENSI.TV - JAKARTA

Sejak lama kita sudah mengetahui bahwa penyakit menular yang terjadi di salah satu tempat di satu negara ternyata memang dapat meluas dan bahkan menyebar ke negara-negara lain. Karena itu maka sejak tahun 2005 dunia sudah memiliki aturan untuk mengendalikannya, yaitu “International Heath Regulation (IHR)”.

Sejak diberlakukan secara resmi dan digunakan luas -termasuk di negara kita- maka dunia sudah banyak mengalami wabah, dan juga dua pandemi, yaitu pandemi Influenza (H1N1) pada tabun 2009 sampai 2011 dan Pandemi COVID-19.

Memang tadinya dunia berharap bahwa aturan dalam IHR akan mampu menangani dampak buruk wabah dan pandemi. Tetapi kenyataannya justru berbeda, aturan yang ada belumlah memadai. Pengalaman dunia yang nyaris luluh lantak akibat COVID-19. Hal itu menunjukkan bahwa dunia memang tidak siap menghadapi pandemi dan perlu ada perbaikan nyata di masa depan. Apalagi kita tahu bahwa pasti akan ada pandemi lagi di masa datang, hanya kita belum tahu kapan akan terjadinya dan penyakit apa yang jadi pemicu pandemi mendatang.

Pembentukan Pandemic Accord

Karena ketidakberdayaan aturan yang ada maka di tengah dunia menghadapi COVID-19 maka pertemuan kesehatan dunia “World Health Assembly – WHA” 1 Desember 2021 bersepakat untuk meluncurkan proses untuk membentuk suatu kegiatan bersejarah dunia (“historic global accord”) untuk menangani pandemi.

Baik dalam hal pencegahan (“prevention), persiapan (“preparation”) dan respon global. Untuk itu akan dibentuk aturan dalam bentuk konvensi, kesepakatan atau instrumen internasional lainnya (“convention, agreement or other international instrument”) WHO di bidang ini.

Secara umum memang akan dihasilkan semacam “Pandemic Accord”, atau disebut juga “Pandemic Agreement” atau secara pebih luas akan baik kalua dihasilkan “Pandemic treaty” atau Traktat Pandemi yang diharapkan dapat melindungi dunia dan kita semua untuk menghadapi wabah dan pandemi di masa datang. Dunia menyepakati bahwa hasil proses pembuatan aturan ini akan dilaporkan pada “World Health Assembly – WHA” Mei 2024 ini.

Alotnya negosiasi

Untuk mewujudkan Traktat Pandemi maka dibentuklah “Intergovernmental Negotiating Body (INB).” Tujuannya untuk menyusun draft dan melakukan negosiasi mendalam. INB ini diikuti seluruh negara anggota WHO, termasuk Indonesia tentunya.

Dalam perjalanan waktu dari 2021 sampai April 2024 ini maka  INB sudah menyelenggarakan sembilan kali pertemuan. Dan hingga kini masih terus berproses dan bernegosiasi dengan cukup alot. Jurnal Kesehatan Internasional Lancet pada awal Maret 2024 mengeluarkan artikel berjudul amat pedas, “The Pandemic Treaty: shameful and unjust”, Traktar Pandemi, memalukan dan tidak adil.

Jurnal Lancet ini menyebutkan bahwa  dalam lebih dari dua tahun rapat, negosiasi dan diplomasi internasional tentang Traktat Pandemi ini. Namun hasilnya belumlah memadai. Padahal Traktat ini adalah untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman.

Tegasnya untuk melindungi seluruh penduduk dunia. Baik di negara maju maupun negara berkembang. Baik kaya ataupun miskin. Apalagi di pandemi kita kenal istilah bahwa tidak akan ada yang aman sampai semua aman. “No one is safe until everyone is safe”.

Pertemuan INB ke sembilan pada Maret 2024 awalnya dijadualkan sebagai pembahasan terakhir. Tetapi kenyataannya sampai selesai acara maka masih banyak sekali hal yang belum disekapati. Karena itu, pada penutupan pertemuan ke sembilan di tanggal 28 Maret, diputuskan akan diadakan pertemuan lanjutan pada  29 April sampai 10 Mei 2024.

Tentu harapannya akan ada negosiasi diplomatik yang lebih kondusif. Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus sangat mengharapkan hal itu. Ia menyebutkatn bahwa “negara anggota WHO sangat menyadari pentingnya “pandemic agreement” ini untuk melindungi generasi mendatang. Khususnya dari akibat buruk seperti yang sudah pernah dialami dunia ketika  pandemi COVID-19 pandemic”.

Kesepakatan Bersama

DirJen WHO menyatakan berterimakasih  pada negara anggota WHO atas komitmennya untuk menemukan kesepakatan bersama. Utamanya untuk menyelesaikan perjanjian Pandemi bersejarah ini pada akhir Mei. Khususnya saat berlangsung kegiatan World Health Assembly – WHA 2024, itu harapan dia tentunya.

Sejalan dengan perkembangan INB maka negara-negara juga bersepakat untuk melakukan amandemen terhadap “International Health Regulations (2005)”. Yaitu suatu aturan internasional yang ditandatangani seluruh negara untuk menangani masalah penularan penyakit antar negara.

Untuk hal ini dibentuklah “Working Group on Amendments to the International Health Regulations (2005) (WGIHR)”. Pertemuan ketujuh kegiatan itu berlangsung pada 5 sampai 9 Februari 2024. Peserta pertemuan ini adalah praktisi seluruh negara anggota WHO. Jumlahnya, hampir 200 negara di dunia.

Baca Juga  Intip Khasiat Biji Selasih bagi Kesehatan

Pembahasan dan negosiasinya juga masih amat alot. Dibahas pasal per pasal dan bahkan terkadang kalimat per kalimat. Akan diadakan lagi pertemuan WGIHR kedelapan dalam waktu dekat ini. Harapannya untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih baik.

Selain pertemuan masing-masing INB dan IHR maka juga dilakukan pertemuan bersama (“joint session”). Yaitu antara  Working Group International Health Regulation (WGIHR) dengan “Intergovernmental Negotiating Body (INB) to draft and negotiate WHO Convention, agreement or other International instrument on pandemic prevention, preparedness and response”.

Pertemuan bersama ini menjadi sangat penting karena secara umum dapat disebutkan bahwa hasil INB tentu akan jadi semacam “payung.” Dan menjadi sangat penting dalam konsep filosofi dan kebijakan mendasar. Selain tentu isi pasal per pasal dari IHR yang akan menjadi acuan dalam kegiatan sehari-hari di lapangan, termasuk di negara kita.

Prinsip dasar

Sekarang kita betul-betul sampai pada hari-hari terakhir negosiasi diplomasi internasional untuk Traktat Pandemi ini, menjelang akhir bulan Mei. Harus diakui bahwa memang ada yang masih mempertanyakan tentang aturan ini. Seperti juga berita di Kompas.id  13 April 2024 yang berjudul “Polemik Traktat Pandemi”.

Untuk menjamin manfaat traktat ini bagi dunia, kemanusiaan dan bangsa kita maka ada beberapa prinsip yang harus dijaga dan dijamin. Agar masuk pada traktat atau dalam bentuk apaun aturan yang ada nantinya.

Terdapat prinsip pertama sebagai unsur utama dalam pengaturan kesehatan global yang harus menjadi pegangan dalam diskusi dan negosiasi di WHO. Yaitu  kejujuran,  kesetaraan dan transparansi (“fairness, equity and transparancy”). Unsur ini harus dilengkapi dengan aspek kepemimpinan, inklusifitas dan akuntabilitas (“leadership, inclusivity and accounatbility”).

Kesehatan dunia dalam menghadapi berbagai masalah kesehatan antar negara, perlu memegang prinsip koordinasi kerjasama internasional. Selain itu juga multilateralisme, solidaritas global dan pengaturan pada tingkat politis tertinggi. Termasuk lintas sektor yang relevan  (“governance at the highest political levels and across all relevant sectors”).

Sementara itu, harus dicamkan bahwa tujuan diplomasi kesehatan global harusnya dapat mengatasi masalah tidak setaraan (“inequities”). Juga menjamin keberlangsungan berbagai jenis pelayanan kesehatan yang terjangkau, efektif, efisien dan tersedia pada waktu yang diperlukan.

Prinsip lain yang harus dijamin adalah agar aturan baru ini dapat mengatasi kesenjangan dalam respon internasional. Juga kejelasan peran dan tanggung jawab negara, organisasi internasional, serta pembentukan aturan dan norma yang jelas.

Kemudian yang banyak sekali jadi pembahasan adalah prinsip dasar pembagian yang adil antara akses ke patogen penyebab wabah/pandemi. Termasuk manfaat yang mungkin didapat dalam bentuk obat atau vasin, atau dikenal sebagai “Pathogen Access and Benefit-Sharing (P-ABS)”.

Perlunya Sikap Keadilan

Ini yang masih dirasa tidak adil. Kalau ada kejadian penyakit berpotensi wabah/pandemi di suatu negara maka negara itu diminta mengirimkan patogen penyebab penyakitnya ke dunia internasional. Tetapi, kalau kemudian patogen itu dibuat menjadi bahan obat atau vaksin maka pembagiannya dirasa belum adil. Juga belum menjamin prinsip ekuitas atau kesetaraan.

Tulisan di Jurnal Kedokteran Internasional Lancet menyebutkan draft yang ada menyebutkan WHO hanya punya akses 20% terhadap manfaat yang ada untuk dibagikan ke negara yang membutuhkannya. Sesuai prinsip kesehatan masyarakat. Sementara 80% lainnya, baik dalam bentuk obat, vaksin maupun alat diagnostik diserahkan ke pasar dagang bebas. Artinya yang lebih punya uang yang bisa mendapatkannya.

Pada dasarnya Traktat Pandemia amat diperlukan agar dunia siap menghadapi wabah dan pandemi yang pasti akan melanda. Tetapi tentu traktat ini, atau apapun bentuk aturan yang akan ada, harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar yang menjamin kesetaraan (“equity”).

Jangan sampai ada negara atau organisasi apapun juga yang mendapat hak tertentu (“privilege”) sementara yang lain tidak diperlakukan setara. Sehingga ada yang harus dikorbankan dan perlindungan kesehatan semua masyarakat menjadi gagal dilakukan.

Semoga dunia akan lebih aman lagi ke depannya, dan lebih mampu melindungi umat manusia, di dunia dan tentunya juga di negara kita.

 

Penulis: Prof Tjandra Yoga Aditama

Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Bersar FKUII; Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara; Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes; dan Penerima Rekor MURI tulisan COVID-19 terbanyak di media massa

Editor: Raja H. Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life